And The Story Begins

Dia dulu pernah beberapa lama  menjadi partner saya, sampai akhirnya kami tidak lagi bersama. Dia dulu pernah berjanji untuk bertahan di satu "rumah", sampai akhirnya dia melihat "rumah" yang terlihat lebih indah dan memilih untuk pindah. Dia, partner saya, adalah yang membuat saya merasa paling bahagia sekaligus paling terluka. Pertemuan singkat. Perkenalan singkat. Dan berakhir pada hubungan yang singkat. Selama dua kali pergantian tahun kami tidak bersama. Saya coba kembali mengingat. Terekam banyak sekali ajakan dia untuk kembali berpartner. Tapi entah kenapa saya tidak pernah merasa siap.

Hari itu, bulan dua belas. Saya tidak sanggup menolak permintaan seseorang yang sangat saya hormati. Untuk pertama kali setelah sekian lama akhirnya saya kembali bertemu dengan beliau dan dia. Seakan semua kembali ke titik awal dimana kami semua dipertemukan. Dan dengan dia, saya tidak banyak berucap. Seperti masih ada sekat tinggi diantara kami, entah seberapa tapi sepertinya sekat yang sangat tinggi dan tebal.


Takdir mungkin memilih kami untuk masih tetap bersama walau dalam keadaan yang berbeda. Saya dengan dia semakin sering dipertemukan oleh waktu. Bagi dia, mungkin ini jawaban doa-doanya. Dan saya? Masih saja belum siap. Mungkin dia melihat banyak keraguan. Mungkin dia melihat banyak ketakutan. Mungkin dia melihat banyak kesedihan. Dia memang pernah sangat bodoh. Dia pernah menoreh luka yang sampai sekarang bekasnya belum kering. Iya, dia yang dulu.

Dia yang dulu masih jelas terekam di memori otak saya. Bahkan sangat jelas. Saya mampu mengingat setiap detailnya. Tapi lihat dia sekarang. Apakah dia masih sosok yang sama seperti dulu? Sebentar. Nampak sama tetapi ada yang berbeda. Kali ini dia datang sendiri. Dia tidak datang bersama masa lalunya. Apakah kali ini saya sudah boleh berbahagia? Sepertinya belum. Dia banyak meminta waktu saya untuk sekedar kembali bernostalgia tentang semua hal yang pernah terlewat. Entah untuk apa saya juga tidak terlalu paham. Tapi ada beberapa sisi yang saya liat berbeda.

Dulu saya benci dia, ketika meninggalakan saya di parkiran dan memilih jalan lebih dulu. Tapi sekarang dia tidak akan pernah beranjak sebelum saya juga beranjak. Dulu saya benci ketika saya mengirim pesan singkat dibalas dalam waktu yang lama dan hanya balasan singkat dengan nada yang tidak menyenangkan. Tapi sekarang ketika saya sudah berhenti bertanya, dia justru meminta saya untuk selalu bertanya tentang apa saja dan akan dibalas secepat dia bisa. Mungkin bagi kalian itu hal-hal yang tidak penting. Tapi tidak bagi saya.

Kisah yang saya bagi mungkin tidak seindah kisah kalian semua. Kisah kami jauh dari kata sempurna bahkan banyak cacat disana-sini. Tapi untuk kesekian kalinya kami akan memulai lagi kisah ini. Entah berapa banyak lagi air mata yang harus tumpah. Entah berapa banyak lagi amarah yang harus meledak. Entah berapa banyak waktu yang harus tersita. Entah harus berapa banyak lagi usaha yang harus kami lakukan untuk bisa seperti hubungan kalian. Kami bukan dua orang manusia super tanpa cela. Banyak orang berbicara tentang hubungan kami, tentang kebodohan saya, tentang kenekatan dia. Tapi sekali lagi ini tentang kami bukan kalian.

Setelah saya berpikir cukup lama tentang semua yang pernah dia buat. Akhirnya sekarang saya sudah memutuskan untuk menjalani dan bertahan di situasi yang sulit ini. Saya mungkin hanya akan memiliki hari yang buruk jika dia kembali mengulangi kebodohannya. Tapi saya akan memiliki hidup yang buruk apabila saya tidak berani memulai lembar baru ini. Saya tidak mau terus bersembunyi di balik masa lalu. Sekarang sudah saya pastikan untuk lebih memilih sehari saja jatuh daripada harus jatuh seumur hidup saya. Iya, itu saya pastikan.

Untuk dia, partner saya, kita bukan mereka. Kita punya bahagia kita sendiri. Dia pernah beranggapan bahwa bahagia tergantung sudut pandang. Semoga dia benar-benar bisa merubah sudut pandangnya dan benar-benar bahagia di “rumahnya” yang sekarang.

Untuk dia, partner saya, bersiap-siaplah melangkah bersama. Berusahalah saling menopang ketika salah satu dari kita mulai lelah. Bukan malah meninggalkan dengan alasan terlalu lelah.

Untuk dia, partner saya, bersiap-siaplah untuk perayaan-perayaan selanjutnya entah di kilometer ke berapa perjalanan hidup kita :')


salam,
linadh





No comments:

Post a Comment