Dia Kembali

Dia kembali. Iya, dia sudah kembali. Dia memang kemarin sempat beberapa lama pergi dari hidup saya. Dan sekarang, dia sudah benar-benar kembali. Dia adalah seorang karib, saudara dan bagian dari hidup saya. Pertemuan kami dimulai sejak puluhan tahun silam. Proses kami untuk saling mengenal satu sama lainpun terjadi begitu saja. Kami tumbuh dan berkembang bersama selama bertahun-tahun. Tetapi seketika semua berubah di akhir 2011. Saat itu kami sedang mengikuti tur wisata ke Bali dan disanalah perselihan kami bermula. Sampai pada akhirnya, saya memutuskan untuk mengakhiri tur yang waktu itu baru berjalan sehari dan memilih untuk pulang. Sejak kejadian itu, hubungan kami memburuk. Kami mulai saling menyalahkan. Bahkan tidak sering, kami saling menghujat.

Mulai dari kejadian itu, kami saling membenci satu sama lain. Kami seolah lupa berapa kilometer perjalanan yang telah kami lalui bersama. Kami seolah lupa bagaimana menyenangkannya menertawakan kebodohan-kebodohan yang kami lakukan bersama. Iya, kami seolah lupa dengan semua itu. Entah untuk sebuah pengakuan apa, saya pun tidak paham. Kami hanya ingin saling menjatuhkan. Kami hanya ingin saling membenci. Dan mungkin pada saat itu kami terlihat bodoh dan menjijikan. Pasti. Tahun berganti dan kami pun masih terus berseteru. Kami tidak ingin terlihat saling membutuhkan. Kami hanya ingin mendapat pengakuan paling hebat dari satu sama lain.

HOBI: TEMAN ATAU MUSUH

Bagi kalian yang sedang berpartner pasti akan dihadapkan pada masalah yang sepele tapi dibuat seolah-olah megah tak terbantah. Entah untuk sebuah alasan apa, kadang saya juga dibuat heran. Masalah yang seharusnya bisa diselesaikan dengan duduk bersama didampingi beberapa gelas kopi atau teh panas dan beberapa potong gorengan di angkringan pinggir jalan dibuat jadi rumit. Kali ini saya sedang ingin membahas sebuah kata singkat yang sering memicu kekisruhan saya dengan partner atau kalian dan partner kalian masing-masing mungkin. Kata itu H-O-B-I. Terbaca jelas? Iya, HOBI.

Bagi pelaku asmara, muda mudi di usia belasan, belum akan dipusingkan dengan masalah sepele ini. Karena bagi mereka yang masih sibuk memikirkan ujian akhir sekolah, mendefinisikan hubungan berpartner tidak akan serumit isi kepala-kepala manusia yang memasuki usia seperempat abad dan seterusnya. Para muda-mudi itu akan selalu memilih menghabiskan waktu bersama daripada harus sekedar berkutat dengan dunia masing-masing. Entahlah, tapi sungguh ketika saya seusia mereka saya tidak sibuk dalam urusan itu.

Ketika saya dan kalian dengan angka hampir seperempat abad dan seterusnya memutuskan untuk berpartner, dipastikan saya dan kalian telah melakukan diskusi kecil dengan-Nya. Entah hanya sekedar untuk mengenalkan kepada-Nya atau bahkan melantunkan ayat-ayat doa agar sang partner bisa membantu untuk menyempurnakan separuh ibadah saya dan kalian. Yang pasti saya membayangkan keintiman yang luar biasa indahnya ketika saya dan kalian sedang berdiskusi dengan Sang Maha Oke, terlepas dari apapun cara dan bahasa yang saya dan kalian gunakan.

Everything Happens For A Reason

Sore tadi selepas pulang kantor saya mampir ke rumah seorang kawan lama semasa SMA. Sebenarnya saya tertarik kesana karena kopi dan kebab yang dia tawarkan bukan karena saya ingin mendengar cerita dia. Hahaha...

Di awal-awal percakapan kami, kami sangat menikmati. Maksud saya, kami sangat menikmati di setiap gigitan kebab yang masuk ke mulut. Entah kenapa, rasa kebab bisa begitu enaknya. Sungguh ini bukan dusta. Oh oke baiklah, lupakan soal kebab. Biarkan itu menjadi misteri.

Singkat cerita, kawan lama saya ini ternyata sudah berani mengambil keputusan besar untuk masa depannya. Di akhir tahun nanti dia akan melamar perempuan yang menurut dia perempuan itu adalah pilihan bapaknya. Awalnya saya kaget. Kemudian saya ajukan pertanyaan, “atas dasar apa tiba-tiba kamu berubah pikiran yang dulunya menolak sampai pada akhirnya kamu mau menerima dia?”. Dia pun menjawab dengan singkat, “rejeki Allah siapa yang tahu”. Oh iya, jodoh juga salah satu rejeki dari Allah. Oke bro, kali ini kamu lebih pintar. Hahaha.

And The Story Begins

Dia dulu pernah beberapa lama  menjadi partner saya, sampai akhirnya kami tidak lagi bersama. Dia dulu pernah berjanji untuk bertahan di satu "rumah", sampai akhirnya dia melihat "rumah" yang terlihat lebih indah dan memilih untuk pindah. Dia, partner saya, adalah yang membuat saya merasa paling bahagia sekaligus paling terluka. Pertemuan singkat. Perkenalan singkat. Dan berakhir pada hubungan yang singkat. Selama dua kali pergantian tahun kami tidak bersama. Saya coba kembali mengingat. Terekam banyak sekali ajakan dia untuk kembali berpartner. Tapi entah kenapa saya tidak pernah merasa siap.

Hari itu, bulan dua belas. Saya tidak sanggup menolak permintaan seseorang yang sangat saya hormati. Untuk pertama kali setelah sekian lama akhirnya saya kembali bertemu dengan beliau dan dia. Seakan semua kembali ke titik awal dimana kami semua dipertemukan. Dan dengan dia, saya tidak banyak berucap. Seperti masih ada sekat tinggi diantara kami, entah seberapa tapi sepertinya sekat yang sangat tinggi dan tebal.

Thanks For Inspiring Me

Awal mula membuat blog ini inspirasi datang dari seorang Farid Stevy Asta. Saya mulai tahu namanya dari seorang teman yang iseng meng-update status di akun facebook miliknya. Maklumlah, dulu jejaring sosial yang satu itu masih sangat digemari di kalangan anak muda-hampir tidak muda-tidak muda lagi. Hanya dari sebuah posting-an iseng seorang teman, akhirnya saya menemukan sosok muda yang kreatif. Mulai sejak saat itu saya selalu mencari tahu tentang dia. Beruntung bagi saya, karena ternyata dia pun suka menulis kejadian-kejadian penting di perjalanan hidupnya. Saya selalu suka apapun yang dia tulis. Gaya bahasa dan gaya penulisan yang mungkin tidak gaul tetapi tetap mencerminkan jiwa khas anak muda yang bebas dan apa adanya. Dia mampu bercerita dengan baik di setiap tulisannya. Seberapa besarnya pengaruh dia di blog ini bisa terlihat jelas di-posting-an awal blog saya. Dan sampai sekarang pun dia masih menjadi salah satu inspirasi saya dalam menulis.

Selain Farid, ada beberapa nama yang sama-sama menginspirasi saya untuk menulis. Sebut saja Shitlicious. Gaya bahasa dan gaya penulisannya jauh berbeda dengan Farid, Shitlicious alias Alitt Susanto memilih menggunakan bahasa yang lebih ringan dan yang jelas lebih gaul. Bagi saya yang awam ini, gaya bahasa dan gaya penulisan saya anggap sebagai identitas si penulis. Jadi mau seperti apa, itu mutlak sepenuhnya hak si penulis. Dari tulisan-tulisan Alitt, saya belajar banyak hal. Saya belajar bahwa menulis itu menyenangkan. Saya belajar bahwa menulis itu membahagiakan penulis dan pembaca. Dan yang terpenting saya belajar bahwa hal yang mungkin saya anggap sebuah kesialan mungkin bisa menghibur dan membahagiakan orang lain. Seperti nama panggung Allit, "SHITLICIOUS", because sometimes, Shit is Delicious..

Love Will Find A Way


Sebuah cerpen yang bukan diambil dari FTV dan terinspirasi dari kisah nyata. Ini adalah kisah Asih dan Karyo...
Jeng...jeng...!!!

* * *

Asih adalah seorang karyawan di salah satu perusahaan swasta. Bulan-bulan awal Asih bekerja, semua berjalan sewajarnya. Dikalangan rekan kerjanya yang baru, Asih memang dikenal mempunyai watak yang keras. Selain itu Asih juga agak tertutup dengan lawan jenis dikarenakan ada beberapa hal di masa lalunya yang masih berbekas hingga sekarang. Sebenarnya bagi yang sudah lama mengenal, Asih adalah pribadi yang riang dan cepat beradaptasi dengan siapa saja.

Waktu berjalan cepat, tak terasa Asih sudah melewati masa training kerjanya. Karena merasa masih memiliki pengalaman kerja yang minim, Asih pun memutuskan untuk tetap bertahan di perusahaan itu sampai dia merasa siap untuk menuju jenjang karir berikutnya. Singkat cerita, seorang laki-laki bernama Karyo juga melamar di perusahaan tempat Asih bekerja. Awalnya Asih sama sekali tidak mempedulikan kehadiran sosok Karyo di kantor. Bahkan Asih terkesan agak terganggu dengan sikap-sikap Karyo yang dinilai Asih 'sok asik' dengan rekan-rekan kerjanya.

Thank You For Coming Into My Life

Sekarang ini mengumbar suasana hati mungkin sedang menjadi tren dikalangan kawula muda. Entah apa tujuan mereka, kadang saya sendiri pun tidak begitu paham. Seperti di salah satu jejaring sosial yang sekarang mulai banyak ditinggalkan, mereka masih berlomba-lomba saling menceritakan tentang kegundahan hati. Bahkan terkadang sumpah serapah pun kerap terlontar. Ya namanya juga sosial media, milik semua orang kan? Mungkin mereka menganggap dengan meluapkan lewat tulisan bisa sedikit mengurangi sesak di hati mereka. Kali ini saya sependapat dengan mereka :)
Ketika saya menulis bisa dipastikan saya sedang dalam keadaan bahagia yang tak terhingga atau sedih luar biasa. Saya bisa menulis dengan senyum bahagia atau pun air mata duka. Beruntunglah saya hidup dengan hati yang masih bekerja di batas normal. Ketika bahagia saya pun akan seperti mereka, tertawa lepas tanpa beban. Tetapi jika kesedihan yang memilih datang saya pun sama seperti mereka, sedih dan tidak jarang air mata menunjukkan keberadaannya. Kenapa saya harus menolak sedih? Saya diciptakan oleh Dia Sang Maha dengan sempurna. Sedih itu proses seperti bahagia. Bukankah kita harus seimbang agar tetap bisa terus berdiri?